Posts

Showing posts from 2016

Hujan (2)

Hujan, sudah terlalu lama kita berkenalan. Tapi mengapa rintikmu terkadang asing bagiku? Hujan, kau menatap segala khianat di bumi, tapi mengapa kau tidak bergelora? Hujan, kau menolak segala rupa yang disematkan tapi mengapa kau tetap setia?

Hujan

Kamu serupa hujan Menyerbak tiba-tiba tanpa ampunan Dosa siapa yang hendak kau luluhkan? Kamu serupa hujan, menjadikan tanah panas dengan kegetiran airmu. Doa siapa yang mengantarmu? Kamu serupa hujan Menggambar garis senyum di bibir para penuai. Khawatir siapa yang hendak kau hapus? Kamu serupa hujan, Tidak gentar sekalipun orang selalu menilaimu dari seluruh penjuru kata.

Ibu (3)

Ibu, aku merindumu. Bodoh sekali inginku ini, tapi aku ingin merasakan kembali masa-masa aku dicubit sampai biru olehmu. Aku mau dicubit seribu kali, untuk mendengar satu kata saja darimu. Satu kata rindu.

Emoh

Banyak hal yang diajari kecewa kepadaku. Untuk memulihkan hati. Untuk mengenali diri. Tapi tetap saja, aku tidak mengerti, maksud dan tujuan, kenapa kata kecewa ada di dalam kamus. Harus jadi apa dulu, agar bisa punya wewenang menghapus satu kata dalam kamus?

Tren Kafe Jamu: Saat Jamu Tak Lagi Digendong

Image
Bukan cuma kopi, teh, atau wine, bercengkrama bersama teman-teman juga bisa dinikmati sambil minum jamu. Ya, ini memang nongkrong yang sehat. Tempatnya juga di kafe dengan suasana yang modern. Mau galian singset, beras kencur, atau kunyit asem, semua tinggal seduh. Psst... mau sari rapet juga ada.     Namanya keren, kafe jamu. Karena memang inilah kafe atau tempat bercengkrama sambil menikmati minuman dengan menu utamanya yaitu jamu. Ya, minuman herbal ala pengobatan tradisional yang dikhasiatkan menyingkirkan segala keluhan dan penyakit di badan itu. Di kafe jamu pengunjung silakan memesan jamu sesuai dengan seleranya. Lihat saja salah satu gerai jamu yang digemari anak muda Suwe Ora Jamu , tiap hari ramai dikunjungi pelanggan. Walau hadir dengan konsep menyerupai kafe, Suwe Ora Jamu enggan disebut kafe. Lebih pas kalau disebut kedai jamu atau warung jamu. Karena awal berdirinya juga bukan hanya sekadar bisnis, tapi karena Nova Dewi, pemilik kedai, adalah seorang penyuka ja

Tuhan yang Lucu

sekurang-kurangnya aku berdoa, aku pernah menyebutkan namanya.. dan kemarin, nama itu berkata, ia telah kembali. aku menantikan nama-nama selanjutnya. Ah, what a relief! 

mereka

mereka adalah orang-orang, yang kepadanya aku tidak bisa berkata, aku kecewa. karena aku takut, kalau aku kecewa pada mereka, atau marah pada mereka, mereka tidak akan pernah bisa pulang. tapi, kalau bisa mencurahkan isi hati, paling menyakitkan jika kecewa karena orang yang namanya disebutkan dalam doa setiap hari..

Hah!

Hah! jika menjadi muak adalah dosa, maka akulah pendosa. kenapa kita menerima satu keberanan dengan pikiran yang berbeda? bukankah awalnya, kau yang mentransfer dirimu padaku? lalu mengapa, kau tinggalkan dirimu sendiri? pengecut nomor berapa yang lupa diri? bahkan binatang selemah semutpun tidak lupa untuk makan. oh lupa diri, oh lupa diri aku takut.

ibu (2)

kalau rindu, aku ingin mengutuki air mata yang tidak berhenti mengalir. Padahal sudah kubilang, sekalipun air mataku dapat menghanyutkan batu, kau tidak akan pernah kembali lagi..

ibu

ibu telah berubah menjadi abu ibuku yang kekasih. bu, sudah berapa tawa getir yang kulalui tak lengkap tanpa bahasamu bu, sudah berapa berat bendungan air mata, selalu tertumpah, seraya merindumu ibu, aku rindu. aku merindumu dengan segala cara.

terlintas

kamu belum berlalu. katanya sekalipun aku telah lupa karena kebengisanmu, masih ada tertulis namamu, di balik relung hati. tidak akan hilang, sebelum tertutup tanah.