Tren Kafe Jamu: Saat Jamu Tak Lagi Digendong
Bukan cuma kopi, teh, atau wine, bercengkrama bersama teman-teman juga bisa dinikmati sambil minum jamu. Ya, ini memang nongkrong yang sehat. Tempatnya juga di kafe dengan suasana yang modern. Mau galian singset, beras kencur, atau kunyit asem, semua tinggal seduh. Psst... mau sari rapet juga ada.
Namanya keren, kafe jamu. Karena
memang inilah kafe atau tempat bercengkrama sambil menikmati minuman dengan
menu utamanya yaitu jamu. Ya, minuman herbal ala pengobatan tradisional yang
dikhasiatkan menyingkirkan segala keluhan dan penyakit di badan itu.
Di kafe jamu pengunjung silakan
memesan jamu sesuai dengan seleranya.
Lihat saja salah satu gerai jamu yang
digemari anak muda Suwe Ora Jamu, tiap
hari ramai dikunjungi pelanggan. Walau hadir dengan konsep menyerupai kafe, Suwe Ora Jamu enggan disebut kafe. Lebih
pas kalau disebut kedai jamu atau warung jamu. Karena awal berdirinya juga
bukan hanya sekadar bisnis, tapi karena Nova Dewi, pemilik kedai, adalah
seorang penyuka jamu. Sejak kecil sudah minum jamu di daerah asalnya Surabaya.
Tidak berbeda jauh dengan kafe biasanya,
kedai ini dikonsep sangat nyaman untuk minum jamu bersama. Desain interior yang
dipilih adalah nuansa vintage. Di tengah
ruangan terdapat ‘bar jamu’. Dari situlah semua jamu diracik sebelum disajikan
kepada pengunjung.
Bukan jamu buatan sendiri, jamu yang
disajikan adalah ”Jamu Iboe”, salah satu brand
jamu yang sudah ada sejak 1910 asal Surabaya. Beragam jamu ditawarkan,
mulai dari jamu khusus pria dan wanita dewasa, jamu kesehatan, dan racikan jamu
modern khas gerai itu sendiri. Kalau
jarang minum jamu, kita akan agak geli membaca menunya. Namanya aneh, mulai
dari “Jamu Linu” hingga Jamu “Suami Betah di Rumah”. Jamu dijual seharga
Rp12rb-Rp35rb per gelasnya.
Jonathan Lesmana, General Manager Suwe Ora Jamu mengungkapkan, kalau kebanyakan
pelanggan kedai adalah anak muda. Biasanya mereka akan menghabiskan waktu
bersama teman-temannya, sambil minum jamu. Jamu memang jadi menu andalan,
diikuti pula menu makanan khas yang kreatif. Seperti mie gendut dan nasi bakar
khas Suwe Ora Jamu.
Karena usia pelanggan juga relatif muda,
kedai ini kemudian membuat inovasi-inovasi baru agar jamu semakin digemari.
Salah satunya adalah dengan membuat inovasi jamu yang dipadupadankan dengan
buah-buahan dan sayuran segar. Rasa pahit jamu pun berkurang, apalagi disajikan
dengan tampilan yang menarik. Contohnya saja jamu Green Tamarind, yaitu paduan jamu kunyit asem dan sayur sawi. Ini
menjadi salah satu minuman favorit karena rasanya yang menyegarkan. Lihat,
segarnya dapat, sehatnya juga dapat. Selain itu, tersedia pula menu jamu bagi
mereka yang baru mulai minum jamu. Namanya jamu house blend, disajikan dingin dalam kemasan botol kaca. Variannya adalah
jamu alang-alang, jamu beras kencur, jamu rosella, dan jamu kunyit asem. House Blend sendiri dibuat langsung di
dapur kedai, biasanya hanya tahan sekitar 12 hari dalam lemari pendingin.
Semacam
suplemen
Kebanyakan pelanggan kedai adalah mereka
yang sudah merasakan khasiat jamu bagi kesehatan. Kalau tak sempat, mereka
biasanya menggunakan layanan ojek
daring untuk mengambil jamu pesanan mereka ke kedai. Ya, mungkin begitulah
rasanya jatuh cinta dengan ramuan herbal.
Kata Jonathan, jamu tidak bisa sepenuhnya
dianggap sebagai penangkal, pencegah, atau obat untuk penyakit. Justru menurut
dia, ramuan dari akar dan daun tanaman obat ini adalah semacam suplemen yang
menambah kekebalan tubuh untuk menjaga kesehatan. Contohnya saja kunyit yang
berkhasiat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, membantu mengatasi masalah
pencernaan, menghambat penuaan dini, dan menurunkan gula darah serta
trigliserida.
Sebulan dua kali, kedai ini akan membuka
kelas jamu bagi mereka yang tertarik belajar tentang jamu. Pengajarnya adalah
Nova Dewi, pemilik kedai yang sekaligus pula pemerhati dan penikmat jamu. Di
kelas ini, peserta akan diperkenalkan mengenai jamu, tanaman apa yang digunakan
untuk jamu, khasiat jamu, hingga cara pembuatan jamu. Kelas jamu ini malah
diminati oleh warga negara asing, seperti komunitas ibu-ibu Jepang dan Korea.
Beda
kedai, beda sensasinya
Satu lagi warung jamu yang mengusung konsep
kafe adalah Warung Jamu Bukti Mentjos. Kalau sekilas lihat, tempat ini memang
layaknya kafe, tapi sebenarnya warung ini lebih mirip bar yang menyajikan jamu.
Pelanggan tinggal duduk di kursi dan memesan menu, lalu dilayani. Walau memang,
di sisi kiri bar jamu dibuat pula meja dan kursi khusus bagi mereka yang ingin
duduk lebih lama sambil menikmati jamu dan kudapan.
Kedai ini sendiri sudah berdiri sejak tahun
1940-an di Solo, menyusul kemudian tahun 1950 di Jakarta. Kemudian diwariskan
turun menurun sebagai usaha keluarga. Karenanya, kepercayaan masyarakat akan
jamu ini juga sudah besar.
Bukti Mentjos mengklaim bahwa jamu yang
mereka sajikan berasal dari ramuan tradisional leluhur keluarga yang berkhasiat
untuk pengobatan, kesehatan, kebugaran dan perawatan tubuh. Itulah sebabnya,
kedai ini juga mengutamakan pelayananannya pada konsultasi kesehatan.
Sebelum minum jamu, pelanggan akan dilayani
konsultasi oleh Horatius Romuli,
pemilik kedai. Ia juga yang merekomendasikan jamu dan meraciknya untuk
pelanggan tersebut. Di ‘bar’ jamu itu, Romuli sendiri yang berperan sebagai acaraki (peracik jamu-red), lalu racikan
jamu itu diseduh oleh pegawai kedai lainnya. Selain konsultasi kesehatan,
Romuli mengkampanyekan pola hidup sehat sederhana bagi pelanggan-pelanggannya.
Suasana yang dibangun di kedai juga nyaman.
Dengan lantunan musik lembut, ditambah dengan tanaman-tanaman hijau di halaman,
membuat pelanggan betah duduk berlama-lama. Tidak heran, kalau kedai ini
memiliki pelanggan loyal.
Jamu
tidak adiktif
Riko (40), salah seorang pelanggan, mengaku
telah minum jamu di kedai ini selama 10 tahun. “Kalau saya sudah ada keluhan,
saya pasti langsung ke sini. Seperti sekarang, sedang sakit kepala.” Katanya
sambil mengaduk jamu. Riko mantap berkata bahwa minuman pahit itu sangat
bermanfaat bagi tubuhnya.
Beda pula dengan Sindy (43), wanita yang tampak awet
muda ini juga pelanggan setia jamu di Mentjos. Ia menggunakan jamu sebagai
ramuan untuk menjaga kesehatan dan perawatan kecantikan. Sindy bahkan mengakui
kalau jamu adalah salah satu resep mujarab saat ia menginginkan ukuran payudara
yang lebih ideal.
Kedai yang dibuka dari pukul 10.00 hingga
21.30 ini selalu ramai pengunjung. Paling ramai sehabis magrib, pelanggan
datang silih berganti, dari usia belia sampai yang sudah uzur. Selain
pengobatan, jamu juga digunakan untuk perawatan tubuh. Perawatan memang melekat
sebagai kekhasan perempuan. Itulah sebabnya jamu yang tersedia lebih banyak
untuk perempuan daripada pria. Khusus untuk perempuan, jamu digunakan untuk
perawatan kecantikan, area kewanitaan, persiapan kehamilan hingga bersalin.
Walau diminum rutin kata Romuli, jamu tidak
akan menimbulkan efek ketergantungan. Karena jamu terbuat dari bahan-bahan
alami dan ampasnya tidak mengendap di pencernaan. Kalau persoalan penyakit
sudah teratasi, ya silakan berhenti.
Saat ditanyai rahasia mujarab jamunya,
Romuli mengakui hanya mengikuti ‘buku pintar’ khasiat jamu yang diwariskan
leluhurnya. Tapi ia menegaskan juga bahwa jamu yang berkhasiat adalah jamu yang
memenuhi tiga syarat; sudah diteliti oleh Departemen Kesehatan RI, baru, dan
alami.
Medis Versus Herbal
Sebenarnya, bidang medis sudah
mengembangkan penelitian pengobatan dan perawatan melalui tanaman-tanamanan
obat. Tidak sepenuhnya menolak konsumsi jamu, asal jamu tersebut sudah teruji
secara klinis mengenai khasiat dan cara kerja penyembuhannya. Contohnya saja
Kina, tanaman obat ini menjadi sangat bermanfaat sebagai pengobatan penyakit
malaria. Namun apakah seluruh bagian tumbuhan kina bermanfaat untuk penyakit
malaria? Belum tentu, karena itulah dibutuhkan penelitian. Sama halnya dengan
tanaman kumis kucing dan temulawak yang sudah digunakan sebagai bahan aktif
untuk pengobatan medis.
Pernyataan ini kemudian dipertegas oleh Dr.
Tony Iman, SpPK. Dokter Umum Klinik Medivita Jakarta Barat ini menjelaskan
bahwa penggunaan jamu sebagai pengobatan merupakan persoalan yang serius. Sebab
belum semua tanaman obat yang digunakan sebagai bahan jamu telah melalui
penelitian mendalam.
Untuk melakukan pengobatan, hal terpenting
yang harus diperhatikan adalah organ apa yang sakit dan bagian mana yang harus
diobati. Sehingga dokter dapat menyarankan obat yang disesuaikan dengan
kebutuhan khusus dari si penderita. Dr. Tony menyatakan khasiat jamu masih
dirasakan secara empiris saja, belum teruji manfaatnya. Karena itu, sebelum
mengonsumsi jamu, sebaiknya mengetahui khasiat jamu itu dari kandungan zat apa.
Sebab tidak semua tubuh bisa menerima dosis yang sama dari zat aktif sebuah obat,
baik itu jamu maupun obat medis.
Kurangnya keyakinan akan manfaat jamu ini
bukanlah tidak berdasar. Sebelum ada penelitian yang dapat menjelaskan jamu
secara ilmiah, ramuan ini belum bisa dipercaya sepenuhnya. Bisa jadi memang,
ada zat aktif dalam jamu yang berguna bagi pengobatan dan perawatan kesehatan.
Namun tidak mustahil pula jika ada zat lain yang bisa memberi efek negatif.
“Jangan jadikan jamu sebagai alternatif pengobatan yang coba-coba. Ingatlah
kalau penyakit itu sifatnya progresif, semakin lama ditangani semakin sulit
disembuhkan.” Tegas Dr. Tony.
Mutiara kata:
Jika kita
mementingkan kesehatan. Maka beberapa makanan enak akan menjadi terasa seperti
racun. Dan beberapa makanan hambar akan terasa seperti obat. –Anonim
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah Intisari Edisi Maret)
(Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah Intisari Edisi Maret)
Kelas jamu apa kita di beri pelajaran tata cara meracik jamu juga mba ?
ReplyDelete