Cantiknya Banda Neira, Kamu Harus Ke Sini!



Banda Neira itu elok, tempat kecantikan semesta yang belum banyak disentuh manusia. Banda Neira itu menyimpan banyak kenangan, ibarat museum sejarah yang natural. Banda Naira itu menarik hati mereka yang ingin rehat sejenak melepas beban penat.



Salah satu sisi Banda Neira yang bikin hati tenang.

Dulu, Kepulauan Banda menjadi primadona banyak bangsa. Sumber rezeki yang melimpah bagi bangsa Eropa khususnya. Tambang emas bagi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), serikat dagang Belanda. Diperebutkan kekayaan rempah-rempahnya sehingga banyak pendatang yang ingin menguasai. Dan di salah satu bagian dari pulau-pulaunya yaitu di pulau Banda berdiri sebuah kota kecil yang cantik, Banda Neira namanya. 

Bisa dibilang perjalanan di Banda Neira adalah paket lengkap dari apa yang kita harapkan dari sebuah liburan atau wisata. Pemandangan alamnya spektakuler, alam bawah lautnya sangat menarik, situs bersejarah menceritakan kenangan masa lalu, dan yang paling saya puji adalah suasana tenang dan tenteram. Walau suhu Banda Neira cukup panas, saya merasa teduh ketika datang ke sana.  

Menurut saya Banda Neira adalah museum sejarah yang alami. Karena di tanahnya berdiri berbagai situs bersejarah yang membeberkan cerita masa lalu yang memuaskan rasa penarasan kita. Seperti rumah pengasingan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir yang kini dijadikan bangunan cagar budaya di sana. 

Rumah Hatta



Jika Anda menyukai kedua tokoh ini, maka sebagian episode kehidupan mereka bisa kita bayangkan ketika mengunjungi rumah pengasingan mereka di Banda Neira. Saya berimajinasi ke masa lalu, bagaimana di pulau terpencil, mereka berdua merajut pikiran demi pikiran perjuangan kemerdekaan bangsa kita. Menarik sekali!

Hatta dan Sjahrir dibuang ke Banda Neira sejak tahun 1935-1942. Selama itu pula mereka berdampak banyak bagi masyarakat setempat. Sembari tak henti memikirkan perjuangan politik, mereka mengajar anak-anak desa. Tidak heran, di rumah pengasingan ini terdapat jejeran meja dan kursi belajar, juga papan tulis. 

Anak-anak di Banda Neira mendapat les tambahan dari Hatta secara gratis. Sedangkan Sjahrir mengajarkan mereka berdansa. Hatta adalah guru yang tegas dan disiplin, sedangkan Sjahrir suka mengajak anak-anak bercanda dan berpiknik di hari minggu. Keduanya disegani para muridnya, anak-anak kampung di pinggir pulau itu.

Di rumah pengasingan Hatta, kita dapat melihat semua barang yang pernah digunakannya semasa pengasingan. Mulai dari lemari, meja kerja, peci, kacamata, pulpen, ranjang, foto-foto, meja belajar, dan juga rak buku. Jika Anda pernah membaca kisah Hatta dan bukunya, diceritakan kalau Hatta ketika dibuang ke Neira membawa 16 peti bukunya. Jadi bisa kita bayangkan, bagaimana Hatta menghabiskan waktu di rumah ini dulu.

Cerita-cerita sejarah itu tergambar semakin jelas di kepala saya ketika mengunjungi rumah proklamator itu. Terbayang bagi saya bagaimana Hatta ketika mengajar, duduk di kursi goyangnya, lalu bagaimana ia berdiskusi dengan Sjahrir di rumah itu. Walaupun pada akhirnya Hatta dan Sjahrir pisah rumah.

Gara-garanya adalah Hatta marah besar, ketika di sana, buku-bukunya ketumpahan air. Penyebabnya anak-anak angkat Sjahrir keasikan bermain dan menyenggol vas bunga di meja. Bagi Hatta buku adalah sumber pengetahuan yang mesti dijaga baik-baik. Akhirnya demi kejadian tersebut tidak terulang kembali, Sjahrir memutuskan pindah rumah bersama anak-anak angkatnya yang berjumlah tiga orang itu.

Sama seperti kepribadiannya, Rumah Sjahrir di sini terlihat lebih berwarna ketimbang rumah Hatta. Walau isinya tak jauh dari rumah biasa, di dinding rumah Sjahrir terdapat banyak gambar-gambar yang menceritakan kehidupannya. Salah satunya gramafon yang dipakainya untuk mengajari anak-anak Banda Neira berdansa. Rumah Sjahrir memang sudah lebih banyak dipugar ketimbang rumah Hatta.
Rumah Sjahrir
Di dekat rumah pengasingan itu juga ada rumah budaya, menyimpan banyak benda-benda bersejarah seputar Banda Neira. Bangunan lainnya, gereja tua Hollandische Kerk yang masih memiliki jemaat hingga kini. Bangunan gereja berdiri megah dengan latar belakang Gunung Api. 
Sisi Kiri Istana Mini

Sayang sekali, ketika saya mengunjungi kelenteng Sun Tien Kong, simbol pecinan di Banda Neira itu sedang ditutup. Namun, saya melihat di area kelenteng hampir setiap rumah dihiasi lampion merah. Sangat unik. Berkunjunglah ke Banda Neira, jika Anda ingin melihat bentuk nyata dari buku sejarah yang pernah Anda baca di buku.

Terpukau pemandangan bawah laut
Dalam tenang teduhnya suasana kota kecil Banda Neira, rupanya lautnya menyembunyikan alam bawah laut yang spektakuler. Pantas saja pencinta snorkeling dan diving tergila-gila ke sini. Wisata bahari Banda termasuk primadona. Pemandangan alamnya memang seperti wilayah perairan pada umumnya, tapi cantiknya bukan main.
Untuk melihat pesona bawah laut Banda, harus pergi ke pulau lain di sekitar Banda Neira, seperti ke Pulau Hatta, Pulau Sjahrir, Pulau Run, dan Pulau Neilaka. Walau di Banda Neira juga ada, di lereng Gunung Api namanya Lava Flow. Tapi jelas sekali pesona bawah laut Pulau Hatta paling direkomendasikan. Seorang wisatawan mengatakan snorkeling di pulau Hatta bikin orang tak ingin pulang. 

Perjalanan menuju spot snorkeling.


Bahkan belum mulai snorkeling, saya sudah bisa melihat langsung pemandangan bawah laut dari permukaan air. Saking jernih airnya, biota laut itu kelihatan tanpa harus berenang. Oh ya, penggemar diving wajib ke Pulau Ai. Pengalaman menyelam tak akan terlupakan jika sudah ke situ. 

Airnyaaa jernih bangeet kaaaan..

Untuk sampai ke pulau-pulau yang saling berdekatan itu, sebaiknya menyewa kapal motor atau speed boad. Harga sewanya memang lumayan mahal, sekitar Rp1,5 juta/ hari. Tapi bisa diisi lebih dari 10 orang penumpang. Tapi kalau beruntung atau hebat bernegosiasi, bisa saja dapat harga yang lebih murah. Sewa kapal sehari sudah bisa dipakai untuk island hopping. Lumayan memuaskan, kan?

Aroma rempah
Dari Jakarta saya berangkat meninggalkan berbagai urusan yang sehari-hari bikin kepala pusing. Setibanya di Banda Neira, semua pikiran yang bikin mumet itu sirna.Walau Banda Neira Panas, saya tetap bisa merasakan keasriannya. Kota ini lebih mirip perkampungan tradisional. Walau ada bangunan-bangunan modern, itu tidak menggangu suasana tradisional.

Banyak penduduk yang duduk-duduk di teras rumah, mereka menyapa setiap orang yang lewat dengan ramah. Saya langsung membandingkannya dengan kepadatan dan individualisnya Jakarta. Di Banda Neira tidak begitu, jalanan lengang tanpa macet. Lebih banyak orang yang berjalan kaki untuk bekerja, sekolah, dll. Para turis pun melakukan hal yang sama. Itulah sebabnya saya merasa kesan yang diberikan Banda Neira ini begitu nyaman. 
Perkebunan Pala di Pulau Run



Gunung Api yang masih aktif menjulang tinggi di seberang pulau. Gunung itu berdiri kokoh dengan latar belakang langit biru. Ini destinasi wisata yang banyak digemari juga oleh para pendaki gunung. Sebab dari puncaknya, kita dapat menanti matahari terbit dan melihat pemandangan semesta. Butuh waktu dua jam perjalanan untuk sampai ke puncak gunung.

Sejarah perjalanan rempah-rempah Indonesia juga memiliki cerita di sini. Bagaimanapun tempat ini surga rempah, itulah sebabnya Banda juga dikenal dengan spicy island. Karena ia kaya dengan rempah, khususnya pala dan fuli. Ya, ketika bangsa lain menjarah pulau Banda, mereka dibikin kaya raya dari hasil tanah Banda. Sebab di kala itu, harga pala selangit. 

Terdengar cerita, dulu Christoper Columbus sebelum menemukan benua Amerika, pernah berniat datang ke Maluku juga mencari rempah. Walau catatan sejarah akhirnya menunjukkan daerah ini dikuasai oleh Belanda dalam monopoli perdagangannya. Tempat ini akhirnya jadi tambang kemakmuran VOC semasa itu.
Buah pala sebelum dikeringkan.
Tidak hanya menguasai perkebunan pala, Jan Pieterszoon, direktur VOC yang juga adalah gubernur Batavia sampai bikin pemerintahan sendiri di Banda. Segala atribut gubernurannya ada di Banda Neira, salah satunya adalah bekas rumah kediamannya. Penduduk sini menyebutnya Istana Mini, yang kini kerap digunakan untuk tempat pertemuan atau acara resmi. Sisa kemegahan VOC di masa lampau jelas terlihat dari kokohnya bangunan ini, juga gazebo kecil di dermaga depan istana.

Benteng pertahanan
Bangunan perbentengan adalah salah satu tanda kehidupan zaman kompeni Belanda. Di Banda Neira, terdapat dua benteng yang masih berdiri hingga saat ini. Hal ini menunjukkan betapa spesialnya daerah Banda bagi Belanda, buktinya ada dua benteng pertahanan dibangun di sini. Namanya benteng Nassau dan Benteng Belgica. 
Bagian pentagon Benteng Belgica.


Pemandangan dari jendela benteng Belgica.

Nassau lebih dekat dengan perairan, sedangkan Belgica di perbukitan. Jelas sekali dari lokasi, Belgica lebih strategis. Nassau dibangun tahun 1609, sedangkan Belgica didirikan tahun 1611 oleh Peter Both. Kini yang masih terawat dengan baik adalah benteng Belgica. Bangunan ini juga sudah pernah dipugar pada tahun 1991.
Kalau ingin masuk ke dalam benteng, harus menaiki banyak anak tangga. Butuh energi lebih karena puluhan anak tangga itu juga besar-besar, ya lumayanlah buat olahraga. Rasa lelah akan terbayar dengan pemandangan lanskap Banda. Gunung api, laut, dan Banda Neira terlihat jelas dari tempat tinggi. Bangunan benteng juga bikin terpesona, bentuknya unik, pentagonal.

Sama seperti bangunan bersejarah lain, khayalan saya melayang jauh mengenai aktivitas apa saja yang mungkin pernah disaksikan tembok-tembok benteng ini. Dijadikan benteng pertahanan dari serangan bangsa lain yang iri hati, juga mungkin saja benteng ini dijadikan tempat perbudakan zaman Belanda. Sekarang, tempat ini terbuka bagi wisatawan dengan sistem bayar semampunya. 

Di benteng terdapat beberapa meriam berjejer menghadap laut, bersiap jika lawan mendekat. Walau memang saya juga dibuat keki ketika membayangkan kekejaman dan keserakahan VOC memonopoli hasil rempah tanah Banda. Tapi sudahlah, itu sudah masa lalu.

Akses ke Banda Neira
Seumpama Anda berangkat dari Jakarta, maka akses yang paling simpel adalah transit di Ambon, Maluku. Baru dari Ambon, kita memutuskan menggunakan transportasi menuju Banda Neira. Kita bisa memilih dari tiga transportasi ini: kapal cepat, pesawat kecil, dan kapal laut. Ketiganya tidak beroperasi setiap hari, jadi kita harus memastikan terlebih dulu jadwal keberangkatannya. 

Bahari Express, satu-satunya pilihan kapal cepat kabarnya berlayar dua kali dalam seminggu. Saya kurang beruntung karena kehabisan tiket kapal cepat ketika berkunjung ke sana. Untuk kelas VIP dikenakan tarif Rp 650.000 /orang dengan waktu tempuh 6-7 jam perjalanan. 

Dengan pesawat kecil pun begitu, perlu dicek dengan pasti dulu jadwal keberangkatannya. Buktinya saya gagal berangkat naik pesawat, karena ternyata ada gangguan teknis pesawat. Pihak penerbangan mengatakan bahwa kondisi teknis dan cuaca memang bisa saja mengganggu jadwal penerbangan yang hanya dilakukan dua kali seminggu rute Ambon-Banda Neira itu. Sekadar informasi, harga tiket pesawat adalah Rp 350.000/orang. Ambon-Banda Neira dapat ditempuh satu jam perjalanan.

Pilihan terakhir adalah kapal laut milik PT Pelni, KM Pangrango, transportasi yang akhirnya membawa saya menuju Banda Neira. Harga tiket lebih murah, sekitar Rp 118.000/orang untuk kelas ekonomi. Dengan kapal ini, perjalanan ke Banda Neira ditempuh selama 12-13 jam perjalanan. Ya, jadi persiapkanlah diri untuk menikmati laut lepas selama itu. Jangan lupa bawa persediaan makanan dan hiburan untuk menangkal bosan.
Kapal Pelni.
Memang, berwisata ke Banda Neira itu paket lengkap. Wisata alam bisa, wisata bahari bisa, wisata sejarah juga. Kapan Anda ke Banda Neira?


Bonus! Foto Pulau Run yang cantik sekali. Saya akan menulis soal Pulau Run nanti.





Comments

Popular posts from this blog

LEBIH DEKAT MERASAKAN ALAM BERASTAGI

MUSEUM PUSAKA KARO SERPIHAN SEJARAH DI KOTA BERASTAGI

KASIH JUMPAI AKU DISANA