Saat Sekolah Pindah ke Rumah




Bapak saya seorang guru. Sehari-hari mengajar di sekolah dasar di dekat rumah. Tak terasa sudah hampir 30 tahun lamanya dia mengabdi sebagai pengajar. Artinya, selama 30 tahun itu juga dia sudah terbiasa mengajar dengan cara konvensional. Namun, tiba-tiba pandemi Coronavirus Diseases 2019 (COVID-19) menerpa, bapak mendadak harus menyesuaikan diri menjadi guru dalam pendidikan jarak jauh.

---
Penulis dan olah digital: Tika Anggreni Purba


“Biasanya bapak mengajar lewat WhatsApp, tugas-tugas juga diberikan lewat pesan teks kepada nomor WhatsApp orang tua para murid,” kata Bapak bercerita. Bapak sebenarnya tidak terlalu melek gawai. Dia biasanya akan menelepon saya jika tiba-tiba kurang paham mengoperasikan aplikasi di gawainya. Pelan-pelan tapi pasti, pria 58 tahun itu mulai fasih. Belakangan, dia sering mengunggah videonya sedang mengajar di laman Facebook-nya atau sesekali mengirimi kami foto lewat WhatsApp Group keluarga.

“Jadi tiap hari begitu, bapak kirimkan bahan ajar berupa video atau foto ke handphone orang tua murid setiap pagi, nanti di siang atau sore hari orang tua murid akan mengirimkan balik kalau ada tugas atau pertanyaan,” kata Bapak. Menurutnya, tidak semua orang tua akan aktif membalas atau bertanya lewat WhatsApp. Maklum, murid-murid Bapak juga sebagian besar tinggal di desa sehingga tidak semua bisa aktif di pagi hari. Kadang-kadang, anak-anak perlu menunggu orang tuanya pulang dari ladang dulu sebelum belajar.

BERADAPTASI DENGAN PENDIDIKAN JARAK JAUH

Pengalaman bapak itu membuat saya tertarik untuk mencari tahu mengenai sistem pendidikan jarak jauh dan kebijakan tahun ajaran baru di masa pandemi. Nah, saya menemukan webinar series Juli-Agustus yang dipersembahkah oleh Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI. Ada serangkaian webinar dengan tema-tema yang mendukung sistem pembelajaran di era adaptasi kebiasaan baru. Semua link untuk webinar ini juga saya kirimkan kepada bapak. Saya yakin dia terbantu.  


Ternyata, kebijakan tahun ajaran baru di masa adaptasi kebiasaan baru terus disosialisasikan oleh Kemdikbud. Hamid Muhammad, Plt. Dirjen Paud Dikdas dan Dikmen Kemdikbud, dalam paparannya di webinar series ke-4 bertajuk Webinar Pengenalan Lingkungan Sekolah Secara Virtual (dapat disaksikan langsung di sini), mengatakan bahwa prinsip utama di bidang pendidikan adalah kesehatan dan keselamatan. “Prioritas utama itu adalah keselamatan bagi semua peserta didik, maupun tenaga pendidik,” katanya.

Sama seperti yang dialami bapak saya tadi, Hamid juga membenarkan jika pola dan metode pembelajaran di setiap daerah pasti berbeda, tergantung pada penyebaran pandemi di daerah itu. “Untuk zona oranye, merah, dan kuning memang dilarang membuka sekolah dengan sistem tatap muka, jadi mereka melanjutkan sistem PJJ. Sementara yang zona hijau boleh membuka sekolah, asalkan berpedoman pada protokol kesehatan dan orang tua juga mengizinkan anaknya ke sekolah,”ujarnya.


Sejauh ini, kata Hamid, sistem pembelajarannya adalah lewat daring dan luring, Sistem belajar daring bisa dilakukan dengan aplikasi seperti Zoom, Webex, Google Meet. Ada juga belajar lewat learning management system (LMS) seperti Rumah Belajar, Ruangguru, Zenius, Quipper, Google for Education, dan lain-lain. “Bisa juga lewat platform yang lebih umum seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook,” katanya.

Apabila satuan pendidikan tidak dapat belajar secara daring karena keterbatasan akses internet dan gawai, pembelajaran dapat dilakukan secara luring. Ini merupakan cara konservatif, di mana siswa bisa belajar dari buku teks, televisi, dan radio yang bekerja sama dengan Kemdikbud. “Ada juga yang kombinasi, yaitu pembelajarannya daring, tetapi kemudian tugas-tugasnya dikirim secara manual ke sekolah,” ujar Hamid.

Titik Nur Istiqomah, Guru SD Muhammadiyah 1 Muntilan dan  Komunitas Guru Belajar Kabupaten Magelang menceritakan pengalamannya agar belajar di adaptasi kebiasaan baru menjadi lebih seru (videonya dapat dlihat di sini). Selama era pembiasaan baru, Titik PJJ dengan memperhatikan keragaman murid.

“Untuk menentukan cara pembelajaran jarak jauh, saya melakukannya dengan proses empati terhadap latar belakang murid melalui pemetaan profil murid, akses handphone di rumah, pekerjaan dan kebiasaan orang tua, kepemilikan handphone, paket data internet per bulan, dan kesulitan selama PJJ,” ujarnya.

Setelah melakukan pemetaan, Titik akan mengkategorikan muridnya yang bisa mengikuti PJJ. “Saya juga melakukan personal home visit dan membuat layanan di sekolah, pengumpulan buku tugas ke sekolah,” ujarnya. Agar kegiatan belajar makin seru dan interaktif Titik selalu membuat dokumentasi kegiatan pembelajaran jarak jauh, memaksimalkan WhatsApp dengan kreatif dengan penggunaan emoji, pesan suara, curah ide, pemainan sambung cerita, dan refleksi diri.

“Untuk para guru yang ingin membuat video pembelajaran, pastikan untuk membuat video pembelajaran yang dimulai dari pertanyaan why, kemudian libatkan murid lewat aktivitas diskusi. Pastikan durasi videonya pendek, dan tidak fokus pada guru, tetapi pada pelajaran,” ujarnya.  

ORANG TUA TERLIBAT

Dalam webinar series yang sama, Anggota Komisi X DPR RI Desi Ratnasari mengatakan bahwa sejatinya manusia diberikan kemampuan untuk beradaptasi dengan keadaan.

“Salah satu kunci kesuksesan PJJ untuk membimbing anak-anak adalah komunikasi. Orang tua dan sekolah harus bersinergi menjalankan pembelajaran jarak jauh di rumah,” katanya. Nah, sekolah juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada orang tua mengenai metode belajar praktis untuk diterapkan kepada anak.

“Peran orang tua menjadi lebih dominan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pihak sekolah,” katanya. Orang tua wajib tahu jadwal pelajaran anak, sehingga orang tua juga dapat memotivasi dan mengawasi anak selama PJJ. Orang tua juga sebaiknya mendampingi anak belajar untuk mengarahkan dan menjadi teman berdiskusi bagi anak. Dalam hal ini, memang membutuhkan kesabaran.

 Dalam rangkaian Webinar Series ke-6 bertajuk Kurikulum Kondisi Khusus, Adaptasi Pembelajaran kebiasaan Baru (videonya di-sini), salah satu narasumber yakni Lula Kamal menyampaikan bahwa orang tua dapat menjadi pendukung yang baik dalam PJJ.

“Orang tua sebaiknya membuat persiapan belajar yang menyenangkan dengan cara mengenali cara belajar masing-masing anak, setelah itu bangun suasana belajar sesuai dengan cara anak tersebut,” kata Lula. Suasana belajar ini menjadi penting karena anak-anak sangat mudah teralih perhatiannya, sehingga orang tua mesti lebih bijak.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan orang tua adalah biarkan anak belajar sesuai porsinya. “Rentang konsentrasi anak itu hanya 1 menit kali umurnya, jadi untuk anak berusia 10 tahun, dia hanya mampu konsentrasi selama 10 menit,” kata Lula lagi.


Dalam pengelolaan pembelajaran yang adaptif, fleksibel, dan akomodatif ini, kecakapan literasi orang tua dan anak perlu ditingkatkan. Apalagi dalam PJJ, anak mungkin saja terpapar informasi yang tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, kemampuan literasi yang baik akan membekali anak untuk menganalisis informasi secara kritis.

Soal keterlibatan orang tua ini, psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga Roslina Verauli menyampaikan tips unik untuk orang tua dalam Webinar Series ke-8 tentang
Mengelola Pembelajaran Adaptif, Fleksibel, dan Akomodatif (videonya di sini). Verauli mengatakan bahwa sangat wajar apabila orang tua mengalami kebingungan dalam kondisi khusus ini, karena orang tua harus mendadak menjadi guru yang tidak hanya mengajari dan melatih keterampilan anak, tetapi juga mendidik anak.

“Tetapi orang tua juga harus berjuang, karena dibutuhkan orang tua yang kompeten dan efektif dalam mengajar anak sesuai dengan kebutuhan dan usianya,” kata Verauli. Saat orang tua terlibat dalam PJJ, anak dapat lebih beprestasi, tingkat kehadiran anak di kelas PJJ juga lebih tinggi, dan terutama anak memiliki sikap positif terhadap sekolah.

“Dalam perubahan school based learning ke home based learning, artinya sekolah pindah ke rumah, orang tua harus menyiapkan setting atau tempat belajar anak yang kondusif agar anak mengasosiasikan waktu dan tempat itu untuk belajar,” katanya.

Selama ini, asosiasi anak terhadap rumah adalah tempat informal untuk kegiatan yang menyenangkan atau kumpul keluarga. “Nah sekarang di-setting agar sesuai dengan kebutuhan anak. Orang tua bisa menyiapkan satu tempat di pojokan, atau spot khusus untuk sekolah PJJ, misalnya dengan menambahkan buku atau meja sehingga asosiasi anak terhadap spot ini adalah kegiatan belajar,” kata Verauli.


Selain itu, orang tua juga sebaiknya mengawasi anak dalam belajar karena anak-anak cenderung merasa bebas kalau belajar di rumah. “Setting tempat belajar dan pengawasan orang tua akan membentuk perilaku belajarnya dan paham kapan waktunya untuk belajar,” ujarnya. Hal ini perlu terus dilakukan sampai anak-anak mampu mandiri belajar.


“Karena enggak semua orang tua menggerti pelajaran sekolah jadi anak harus dibiasakan mandiri. Orang tua bisa jadi supporting agent yang memotivasi anak untuk belajar agar dia terdorong untuk belajar untuk dirinya sendiri, bukan karena takut dimarahi atau dihukum,”pungkas Verauli.

Comments

Popular posts from this blog

LEBIH DEKAT MERASAKAN ALAM BERASTAGI

MUSEUM PUSAKA KARO SERPIHAN SEJARAH DI KOTA BERASTAGI

KASIH JUMPAI AKU DISANA